Sabtu, 23 Juni 2012

Relevansi RUU KKG - Dengan perjuangan Kartini

Akhir – akhir ini perempuan Indonesia sedang ramai – ramainya membicarakan draft RUU KKG. Pembicaraan yang mulai panas di kalangan anggota DPR terutama komisi VIII sampai ke kalangan aktivis mahasiswi. Rung – ruang diskusi mereka mulai dari ranah politik berbasis BEM sampai ranah keagamaan berbasis LDK. Topik yang dibahas pun tidak hanya sebatas pada tataran pasal mana yang bermasalah tapi juga pada tataran ”bagaimana agama menanggapi” pasal tersebut

Namun, kadang saya masih bertanya dlam hati, ketika kita membicarakan RUU KKG kita sendiri memahami atau tidak apa itu RUU KKG ? Relevansinya terhadap perempuan Indonesia? Dan sebenarnya apakah Undang – Undang ini perlu (nantinya) ?

***
Sebagai perempuan Indonesia, tentu kita mengetahui bahwa pejuang perempuan yang sering diagung – agungkan atas usahanya mengemasipasikan wanita adalah R.A Kartini. Wanita asal Rembang ini sukses membuat para perempuan Indonesia mengagumi slogan tentang emansipasi wanita. Namun sayangnya, tidak semua wanita Indonesia mampu menempatkan slogan emansipasi wanita sesuai pada tempatnya (baca : memahami arti emansipasi wanita).

Banyak perempuan Indonesia yang mendefinisikan emansipasi wanita adalah suatu kesempatan kepada setiap wanita untuk dapat mengekspresikan dan menyalurkan kemampuannya dalam banyak hal. Ada lagi perempuan yang menganggap bahwa emansipasi adalah kesempatan untuk setiap wanita agar ia bisa bebas dari cengkraman laki – laki yang selama ini dianggap sebagai pihak yang mengekang kebebasan seorang perempuan. Bahkan langkah kongkitnya adalah emansipasi dianggap sebagai alat untuk memuluskan jlan bagi wanita yang menginginkn menjadi wanita karir, yang nantinya hidupnya untuk karir bahkan tidak jarang menjadi wanita yang jarang sekali berada di rumah.

Namun, ketahuilah bahwa emasipasi yang seperti ini, bukanlah emansipasi yang diinginkan oleh R.A Kartini. Dalam sebuah penggalan surat Kartini pada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902, mematahkan itu semua.

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi, karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.

Jadi, konsep emansipasi yang sebenarnya diinginkan RA Kartini adalah konsep seorang wanita itu akan kembali ke rumah. Mendidik generasi penerus bangsa ini. Melalui pendidikan !

Oleh karena itu, Kartini sangat menginginkan sekolah pada saat itu. Bahkan ia juga menginginkan para wanita dapat mengenyam pendidikan saat itu.

***
Atas dasar itulah Kartini mendapatkan gelar pahlwan perempuan yang memperjuangkan kebutuhan wanita.

Namun, sejak munculnya wacana Draft RUU KKG, banyak wanita yang salah kaprah akan lahirnya draft ini. Beberapa golongan wanita mendefinisikan RUU KKG ini adalah calon undang – undang yang nantinya akan membuat wanita agak sedikit bebas melakukan banyak kegiatan. Beberapa golongan wanita bahkan menganggap hadirnya RUU KKG ini mampu membuat mereka menjadi ”wanita seutuhnya”, yang menurut definisi mereka adalah –yang- cemerlang dari segi karir, dan –mampu- menyaingi kaum pria. Hal ini tentu tidak relevan dengan konsep emansipasi wanita yang dibawa oleh Kartini. Yang memang tidak menginginkan wanita untuk berada di luar rumah sebebas bebasnya, Kartini hanya menginginkan wanita mendapatkan pendidikan yang laik dan mampu kembali ke rumah untuk mengurus anak – anaknya.

Sehingga perlu dilihat lagi secara teliti maksud dari akan lahirnya UU ini. apakah memang sesuai dengan konsep emansipasi wanita yang diusung oleh Kartini atau kah perbuatan sekelompok orang yang memang menginginkan wanita bebas  sebebas – bebasnya tanpa memahami hakikat seorang wanita sesungguhnya...

wallohu’alaam

Ciputat, 2 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar