‘Kak, perjalanan ke
Semeru bukan sekadar perjalanan fisik maupun mental. Tapi perjalanan hati…
Pernyataan ini
diucapkan oleh adek ideologis gue, sewaktu gue cerita sama dia kalau gue akan
nanjak ke Semeru. Dia emang udah sering naik gunung. Kemarin dia abis dari
Rinjani. Tahun lalu ke Semeru. Tahun ini juga dia mau ke Kerinci. Perempuan
yang gue kenal di kampus dan gue pinang untuk menggantikan gue sebagai emaknya
anak – anak siyasi pasca gue lengser. Adek yang mengajarkan gue kedewasaan
*jadi yang kakak siapa* dan ngajarin gue hidup di alam.
Yang pasti adek yang
rajin banget ngeracunin gue untuk segera naik *gunung dan pelaminan* #eaaa
Nanti lah kapan –
kapan gue ceritain tentang dia, untuk kali ini gue akan bercerita tentang perjalanan
gue. Tentang alam ini, tentang hati ini =D
***
Tahun ini gue mulai
nanjak lagi, setelah hampir 2 tahun ga nanjak. Bukan karena kenapa – kenapa. Tapi
suka ga sempat dan yang cukup penting gue belum punya penghasilan sendiri. Yaa…
cukup tau diri lah gue untuk ga merecoki cash flow bulanan emak dan babeh gue
dan cash flow dana – dana insiden kalau misalnya gue mesti maen di jalan :D
Pas Ramadhan gue
diajak nanjak lagi. Ga tanggung – tanggung, langsung ke Semeru. Soalnya yang
nyajak kan teman gue. Dia mau remedial. Kemarin udah sempat ke Semeru, tapi
belum sampai puncak.
Sebenarnya bukan
gue yang diajak. Tapi adek gue, hee. Dia diajak sama teman kantor gue, karena
dia tau adek gue suka nanjak. Dan gueee… sebagai perantara dengan ‘ga tau
malunya’ nanya ‘saya ga diajak ?’ terus akhirnya gue ngikut deh, hahaa.
Adek gue emang suka
nanjak, berkali – kali ke Gede Pangrango *baik nanjak atau ngeguide, sekali ke
Arjuno dan sekali ke Semeru *ini ga sampai puncak*, makanya pas gue ajak untuk
ikut ke Semeru adek gue langsung semangat.
Akhirnya gue dan
teman gue ini langsung bergerilya mencari pasukan yang siap dan mau ikut ke
Semeru. Dalam dua pekan akhinya kami berkumpul menjadi 9 orang. Jumlah yang
cukup untuk sebuah perjalanan, 3 perempuan dan 6 laki laki.
Kami langsung
membuat tugas. Ada yang hitung – hitung peralatan. Ada yang hitung uang dan gue
kebagian untuk urus administrasi. *dimana mana, naluri sekretarisnya muncul =D
Gue mulai selancar
sana – sini untuk nyari tiket kereta, Jakarta – Malang, Malang – Jakarta. Kalau
Jakarta Malang, masih banyak tapiii untuk baliknya nih, yang gue ga dapat kursi
kosong. Maklum lah waktu yang kami pilih untuk naik adalah H+8 Idul Fitri
sampai H+14 Idul Fitri. Jadi hampir semua kereta penuh. Gue udah coba hubungi
temen – temen di Malang atau Surabaya untuk ikut serta dalam kegalauan nyari
tiket. Minta tolong ke mereka untuk mesankan tiket dulu. Ternyata sekalipun
dari Malang atau Surabaya, tiket pun ludes. Hadeeeehhhh….
Naik bus untuk balik ke Jakarta, sempat menjadi pilihan paling terakhir kala itu. Sebelum akhirnya kami memilih untuk muter ke Bandung dulu baru ke Jakarta. Hiuuuhhh… akhirnya, kita lewat Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar