Jumat, 18 Maret 2011

Muslimah dalam Politik Islam


Membincangkan perempuan tidak akan pernah tercaapia ujungnya. Perempuan, menurut sebagian pengamat adalah keajaiban kedelapan setelah tujuh keajaiban dunia. Sejak keberadaannya, pembahasan tentang perempuan telah mengahabiskan jutaan lembar kertas kerja dan jurnal – jurnal ilmiah. Baik dari bacaan ringan semacam novel sampai pembahasan yang serius di meja seminar. Zaman terus berubah, musim silih berganti. Abad kedua puluh datang dicirikan dengan bangkitnya semnagat pengkajian terhadap eksistensi seorang perempuan. Tuntutan – tuntutan berubah sebagai akibat dikenalnya istilah yang terus dikenal, Emanspasi wanita. [1]

Emansipasi wanita tidak luput dalam bidang politik. Hal ini merupakan tantangan bagi para Muslimah untuk berpartisipasi didalamnya. Sekaligus merupakan peluang untuk menerjemahkan konsep-konsep Islam secara riil kedalam bidang-bidang kehidupan. Bagaimana sebuah kebijakkan yang lahir nantinya sesuai dengan nilai-nilai Islam, mampu mengangkat aspirasi dan kepentingan kaum perempuan yang tertindas, adalah harapan yang muncul dari tampilannya perempuan didalam lembaga-lembaga semacam parlemen.
Kaum perempuan memiliki eksistensi yang tak pernah dinomorduakan Islam. Kaum perempuan memiliki harkat keluhuran yang diakui Islam. Bahwa kebaikan tidak bergantung kepada jenis kelamin, tetapi lebih kepada kedalaman iman dan amal shalih masing-masing individu yang akan melahirkan keshalihan pribadi dan keshalihan sosial.[2]

Berbicara tentang partisipasi politik wanita, dalam hal ini seorang muslimah, dalam kancah perpolitikan tentunya harus disesuaikan dengan kaidah – kaidah syar’i dan teladan yang diberikan oleh shahabiyah. Peran para shabiyah atau perempuan pada masa Rosululloh dalam partisipasi politik dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para shohabiyah, antara lain : peran wanita saat dakwah secara smbunyi – sembunyi dan terang – terangan, peran wanita ketika Rosululloh berhijrah, para wanita yang ikut berbaiat dan para wanita yang ikut serta dalam peperangan [3].

Peran wanita dalam sisi politik ketika masa dakwah secara sembunyi -  maupun secara terang – terangan mislanya, saat itu muslimah berperan untuk menyembunyikan keislaman suaminya sampai ketika keislaman suaminya tidak diketahui siapapun. Kemudian saat dakwah terang – terangan, peran muslimah disini adalah sama – sama menyebarkan agama islam itu sendiri. [4]

Saat kaum muslimin hijrah ke Madinah, para wanitanya pun ikut hijrah ke Madinah, antara lain : Aminah binti Arqom, Arwa binti Abdul Mutholib, Ummu Kultsum binti Uqbah dan masih banyak lainnya. Mereka adalah para sahabiyah yang menjadi pelopor – pelopor perjuangan islam di seluruh dunia dan menjadi uswah bagi seluruh para wanita yang berjuang untuk memperjuangkan agamaNya dalam ranah politik. Sedangkan peran wanita dalam baiat. Baiat adalah sumpah setia untuk taat dan peneguhan janji antara kedua belah pihak. Seakan – akan kedua belah pihak. Seakan masing – masing kedua belah pihak, yang berbaiat dan yang dibaiat menjual apa yang ada pada dirinya kepada pihak yang lain, menyerahkan dirinya, ketaatan dan isi hatinya.


Tentang Politik Dakwah. [5]
Politik adalah napas dinamika ummat, sehubungan dengan tugas yang diemban setiap muslim yaitu untuk menegakkan sistem Ilahiah di bumi serta menjalankan syariat Alloh dalam kehidupan sehari – hari. Para ilmuan barat juga memberi pengakuan bahwa politik adalah sesuatu yang inheren dalam islam dandalam kehidupan muslim.

Legitimasi seorang muslimah agar bisa terjun dalam kancah politik antara lain [6]:
  1. Manusia sebagai hamba Alloh yang memiliki kewajiban untuk menaati hukum Alloh.
  2. Manusia adalah Kahaifah Fil Ardh

Karena sebabnya itulah para muslimah harus selalu berkontribusi aktif dalam perpolitikan. Partisipasi politik bukanlah barang asing bagi seorang muslimah. Karena para shahabiyat telah banyak melakukan aktivitas politik yang sangat berani dan revolusioner dalam rangka menyebarluaskan dan menegakkan syariat islam. Saat ini para muslimah dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda – disadari atau tidak, sebenarnya telah melakukan kegiatan partisipasi politik. Bentuk aktivitas politik yang paling sederhana dan sanagt mudah dilakukan adalah, ikut serta dan PEMILU dan Pemungutan Suara. Secara minimal seorang muslimah yang terlibat dalm aktivitas politik sebaiknya memiliki istilah – istilah yang sering digunakan dalam dunia politik. 

Pengetahuan ini diperlukan agar para muslimah nantinya tidak dijadikan pion oleh segelintir orang dalam memenuhi kepentingannya. Pada dasarnya kewajiban seorang muslimah antara adalah [7]:
a.       Untuk agamanya. Seorang muslimah wajib beriman kepada Alloh. Keimanan merupakan ketentraan yang berasal dari keyakinan yang ada di dalm hati dan dari logikanya. Sangat sulit memisahkan sistem pemerintahan dalam islam dari aqidah islam itu sendiri. Pemimpin yang menganggap dirinya menjadi seorang penguasa dan sebagai hamba Alloh akan menerapkan syuro dalam memutuskan perkara.
b.      Untuk Akalnya. Seorang muslimah harus membekali pemikirannya dengan sejarah islam, sejarah perang dan perpolitikan. Secara minimal seorang muslimah yang terlibat dalm aktivitas politik sebaiknya memiliki istilah – istilah yang sering digunakan dalam dunia politik. Pengetahuan ini diperlukan agar para muslimah nantinya tidak dijadikan pion oleh segelintir orang dalam memenuhi kepentingannya
c.       Untuk Masyarkatnya. Masyarakat adalah lingkungan yang ada di sekitarmu dan berbagai tradisi yang mengatur hubungan segala sesuatu yang ada padanya.oelh karena itu sebagai seoarng wanita muslim, haruslah berusaha untuk membangun masyarakat di atas tradisi dan adat istiadat yang baik. Hal ini agar dapat menumbuhkan kemuliaan serta membuahkan sikap tolong menolong. Salah satu contohnya adalah dengan berusaha untuk menyebarkan fikroh – fikroh tentang islam.

Oleh karena itu, partisispasi poliik seorang muslimah harus selalu “diawasi”. Pada dasranya konsep artisipasi politik dari setiap muslimah sama saja, sama – sama ikut serta dalam menentukan nasib bangsa. Namun, ada beberapa hal yang membuat muslimah lebih unggul dibanding komponenen lain dalam partisipasi politik., yaitu kemampuan muslimah untuk memobilisasi massa. Hal dikarenakan para muslimahlah yang lebih sering berada di lingkugan masyarakat. Sehingga jauh lebih dekat kepada masyarakat.

Dalam melihat peluang untuk berpartisipasi dalam perpolitikan, seorang muslimah tidak selalu harus menjadi anggota legislatif, tapi ketika kita menjadi seorang warga masyarakat biasa pun, kita bisa ikut berpartisipasi politik. Antara lain dengan menjadi aktivis, partisipan atau hanya sebagai pengamat.[8]
a.       Menjadi seorang aktivis. Dalam hierarki partisipasi politik menjadi aktivis dalam politik adalah yang paling tinggi. Karena menjadi seorang aktivis dapat dikatakan hampir lebih dari 50 % waktu yang dimilikinya berada dalam lingkup perpolitikan.biasanya para muslimah yang berada di puncak ini adalah orang – orang yang sangat paham bahwa memasuki dunia politik adalah memasuki ranah amanah. Dimana amanah tersebut adalah sarana kita untuk mencari Ridho dari Alloh. Sehingga setiap amanah yang diberikan kepada para muslimah haruslah dijalani dengan sungguh – sungguh.
b.      Menjadi partisipan. Apabila seorang muslimah ingin menjadi partisipan yang aktif dalam perpolitikan, setidaknya ada dua tempat untuk menampung keinginan para muslimah tersebut. Pertama adalah partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Ketika muslimah berada di partai politik atau memutuskan menjadi politisi adaalh pilihan yang bijaksana. Karena ketika seorang muslimah telah memutuskan untuk menjadi seorang politisi berarti dapat dikatakan manejemen waktu muslimah tersebut sudah rapi. Karena dia bisa membagi waktu antara keluarga dan politik. Dan bagi seorang muslimah, kewajiban sebagai seorang politisi bukan hanya sekadar, bekerja untuk negara saja, tetapi untuk amar ma’ruf nahi munkar[9]. Karena amar ma’ruf nahi munkar pada dasarnya adalah salah satu karakter atau kepribadian dasar yang dimiliki seorang muslim[10]. Pada dasarnya apabila seorang muslimah berada di kelompok masyarakat, sama halnya ketika seorang muslimah berada di partai politik. Hanya bedanya adalah orientasi, cara kerja dan kepentingan.
c.       Menjadi pengamat yang kritis adalah salah satu cara untuk berpartisipasi politik. Ada beberapa cara untuk mewujudkanya. Antara lain yang pertama adalah dengan cara mengikuti perkembangan politik melalui media massa. Saat ini media massa baik televisi, koran atau internet telah menjadi barang yang setiap hari kita hadapi dan melalui media tersebut kita bisa menyebarkan informasi terkait perkembangan politik. Yang kedua adalah membicarakan masalah politik. Seperti yang telah diungkapkan di awal, bahwa seorang wanita adalah yang paling sering berada di masyarakat. Sehingga apabila obrolan mereka terkait politik, berarti mereka telah menjadi pengamat dari sitem politik di negaranya. Yang ketiga adalah memberikan suara dalam pemilihan umum. Hal ini adalah yang paling mudah dalam berpartisipasi politik.

Demikianlah segelintir tentang peran muslimah dalam partisipasi politik. Sebagai muslimah kita harus ikut serta dalam partisipasi politik. Karena pada hakikatnya ikut serta dalam partisipasi politik bkan sekadar berpartisipasi saja, tetapi lebih kepada Amar Ma’ruf Nahi Munkar


[1] Kiprah politik muslimah :Kata Pengantar oleh Hj. Noor Balqis
[2] http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/politik-islam-terhadap-perempuan.htm
[3] Peran politik wanita dalam sejarah Islam, Asma’ Muhammad Ziyadah : bag Daftar Isi
[4] Peran politik wanita dalam sejarah Islam, Asma’ Muhammad Ziyadah : hal 19
[5] Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya, Amatullah Shafiyyah dan Haryati Soeripno : hal 20
[6] Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya Amatullah Shafiyyah dan Haryati Soeripno: hal 24
[7] Divisi Muslimah Ikhwanul Muslimin:Mahmud Muhammad Al Jauhari: hal 29
[8]  Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya Amatullah Shafiyyah dan Haryati Soeripno: hal 49
[9] Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya Amatullah Shafiyyah dan Haryati Soeripno : hal 63
[10] Dr. Yusuf Qordhowi, Fiqh Daulah dalam Perspektif Al Qur’an dan Sunnah : hal 166 – 167 dalam buku Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya : hal 63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar