Minggu, 31 Agustus 2014

The Journey of Heart : #kepingkeenam



08. 45 : WELCOME TO MAHAMERU
Gue sampai puncak. Dingiiiiiiinnnnn…. . anginnya kenceng bangeeeettt. Gue pengen loncat – loncat norak sebenarnya. Hahaa

Tapi gue inget, gue harus poto. Gue poto lah buat teman – teman gue yang gue sayang yang nikah. Hehee




Adek gue sempat marah – marah, karena udah siang dan emang kalau udah jam 9 sebisa mungkin kita udah turun. Sempat bete sih, kan gue lagi norak ceritanya. Udah disuruh turun =(
Yaudah lah kita turun akhirnya.

Gue turun lebih lama dari yang lain. Efek kena batu pas naik baru kerasa pas turun. Maunya sih gue turun merosot aja langsung. Tapi ternyata ga boleh. Yaudah akhirnya gue guling – guling, lho. Ga deng.

Gue turun sekali dan membiarkan badan gue jatoh. Sedih sih karena tiap bangun gue mesti ditarik adek gue atau teman gue. Melewati jalur yang tadi dengan kondisi kaki kram parah dan tiba – tiba kaku, ituuuu… waw banget. Harusnya cuma 2 jam, gue membuat perjalanan jadi 4 jam. Sampai tenda, gue langsung periksa luka dan hasilnyaaaa… kaki gue lebam =(, gue langsung istirahat sampai makan malam.

Kami akhirnya memutuskan untuk bermalam sekali lagi di Kalimati. Kalau di jadwal, harusnya kami bermalam di Rakum, tapi kondisi tim yang kurang bagus maka kami memutuskan untuk bermalam di Kalimati.

The Journey of Heart : #kepingkelima



22. 45 : Dan cintaMU lah yang membawaku ke atas sana.
Waktu gue diajak nanjak ke Semeru, gue udah punya segudang rencana. Ngasih ucapan ke beberapa pihak yang nikah. Di atas atap Jawa meen. Makanya sebelum gue naik gue ngeprint beberapa ucapan sebagai tanda gue serius mau ngasih ucapan.

Kami mulai nanjak ke Mahameru. Perjalanan malam itu cukup ramai. Banyak pendaki yang mulai untuk mendaki sejak pukul 22. 00. Mungkin karena ramai jadi takut antri. Makanya banyak yang lebih awal naiknya. Jadilah jalur pendakian ramai. Jalur yang akan kami lewati agak landai dibanding rute Ranu Pani – Ranu Kumbolo, Ranu Kumbolo – Kalimati. Tapiiiii… debunya itu lhooo yang kudu tahan. Emang sih perjalanan ke sana, jalanannya penuh debu, kaerna itu jalan emang jalur lahar, makanya penuh dengan debu.

Perjalanan sesungguhnya dimulai. 

Setelah melewati hutan vegetasi, kami mulai memasuki jalur asli dari pendakian mahameru. Jalur yang memang seluruhnya pasir dan batu. Naik 5 turun 4 langkah. Ya Allah kapan sampainya kalau kaya gini kondisinya.

Kami akhirnya secara sendirinya terbagi menjadi 3 peer grup. Gue tetap ga mau pisah sama adek gue. Ya iya lah, nanti kalau kenapa – kenapa, siapa coba tanggung jawab. Gue hampir nyerah kala itu. Stress banget lah. Benar – benar harus pake kekuatan hati. Tiap liat ke atas, seolah – olah puncak udah hampir dekat. Dan adek gue selalu bilang, ayo mbak bentar lagi. Itu tuh yang banyak orangnya. Hadoooohhh ternyataaa… masih jauh. Orang berhenti itu bukan puncak, tapi emang orang berhenti.

Beberapa kali kami berhenti. Sekadar untuk tarik nafas atau minum. Untuk perbekalan kami cukup siap. 3 carrier diisi air masing – masing 3 botol. Kami juga bawa buah peer dan telur rebus supaya ga terlalu kelaparan.

Dan insiden itu pun terjadi.

Di saat gue lagi ngedrop, tetiba dari atas ada yang teriak ‘awas batu’. Emang sih, jalur mahameru itu banyak batu bertebaran. Dan batu itu ga nancap ke tanah. Kalau kita salah injak yang ada batu itu malah lepas dari jalur, dan bisa jadi mengenai orang yang ada di bawahnya. Untuk kali ini gue telat minggir. Adek gue juga lagi ga konsen. Dia juga mau minum pas batu itu gelinding ke arah kami. Akhirnyaaa… kaki gue kena batu, segede paha orang dewasa dan tajam. Sakkiiiiit =(
Abis batu itu kena kaki gue, itu batu ditahan sama teman gue yang pas itu jadi satu pecahan grup sama gue dan adek gue.

Di situ gue belum ngerasaain apa – apa. Yang penting jalan aja terus.

Insiden kedua.
Badan gue kedinginan akut. Kami berhenti sejenak. Sampai akhirnya ada lagi yang teriak ‘awas batuuu’ kali ini adek gue dengan semena – mena ngelempar gue ke kanan. Adek gue lompat ke arah gue buat lindungin gue, teman gue juga. Kali ini gue ga kena batuuu, yeay… kalau kena entah apa yang terjadi dengan kami. Batunya lebih besar dari yang awal, ga kebayang deh

Jelang pagi
Langit mulai merah. Angin mulai dingin. Gue kedinginan lagi. Adek gue udah lelah banget. Gue yakin teman gue juga udah lelah. Guee ??? jangan tanya.

Kami berhenti cukup lama. Lihat langit berubah warna dan awan berjalan. Itu manis dan romantis bangeeeet. Huaaaa… bagus banget lah pokoknya. Akhirnya gue nemuin racunnya naik gunung. Lo akan bisa liat gimana langit berubah warna, ngerasa dengan Tuhan =)
Sayangnya aku ga sama kamu, iya kamu. Coba sama kamu, pasti lebih romantis. Halah =D

Di situ gue udah pasrah (lagi). Gue bilang sama adek gue dan teman gue ‘kita sampai sini aja ya, turun yuk. Gapapa deh cuma sampai sini’
Dan adek gueee… ‘Bentar lagi nyampe kok mbaa, lanjut lagi yuk’
Teman gue juga ‘Nanggung ini, bentar lagi. Tuh dikit lagi’

Akhirnya gue naik lagi. Pelaaan pelaaan. Sepanjang jalan mungkin gue nangis. Udah sampai sini Res, masa mau turun. Tanggung nih. Ayooo… semua perjalanan ituuuu… ribednya nyari tiket, tenda H-1 yang kurang, kejar – kejaran sama kereta, adek gue yang tetap nemenin gue. Huaaaa
Gue musti ditarik sama teman gue. Mencak – menack juga gue dalam hati… kalau ga kaya gini, ga mau gue ditariiiik. Adek gue udah ga sanggup narik gue soalnya. Karena dia pun ditarik orang. 








Entah udah jam berapa.
Untuk kesekian kalinya, gue hampir nyerah.
‘ Turun yuk…’
Teman gue bilang ‘ Tanggung Res’
Adek gue ‘ Tanggung mba, ayo naik lagi’

Gue mash diem aja. Tetiba gue inget, gue kan bawa tulisan anak – anaaaakkkk. Kalau gue ga sampai atas. Gimana yang mau kasih hadiah ke teman – teman lainnya. Akhirnya gue naik lagi. Lanjut lagiii.

Ngantuk, dingin, panas, lelah, semua jadi satu. Terus gue ketemu sama orang, kaki nya luka. Pas gue tanya, ternyata dia kena batu. ‘batu yang kedua mas ? yang bulat dan gede banget itu ?’
Ternyata dia korbannya. Gue juga dengan ‘bangganya’ bilang ‘saya juga kena batu mas. . hehee’

The Journey of Heart : #kepingkeempat



ESOK – 7 Agustus 2014
 
Tak ada yang lebih menyenangkan selain saat bangun pagi mendengar kicau burung dan menghirup udara pagi yang segar. Apalagi kalau ada kamu, iya kamu :D
Pagi ini, gue dan teman – teman mulai aktifitas dengan sarapan dan bebenah, ngejemur flysheet yang basah karena embun, cuci piring dan lainnya. 























Pagi ini Rakum cantik banget, embunnya mulai berarak ke tengah telaga, kicau burung terdengar manis, riuh riuh pendaki mulai ramai, aroma masakan dari masing – masing tenda bercampur dengan bau asap rokok yang dibakar sekadar untuk menghangatkan badan.
Pagi itu, gue mulai menanamkan di dalam diri, gue harus sampai mahameru ! HARUS !



Sekitar jam 10 an, kita ,mulai perjalanan lagi, jalur pertama kali yang kami lewati adalah Tanjakan Cinta. Kalian harus tau, Tanjakan Cinta itu benar – benar nanjak yaa… di gambar doang berasa landai, tapi aslinyaaa… nanjak. Dari awal sampai tengah gue bisa sendiri dan gue mau uji coba mitos tanjakan cinta,. Aku mikirin kamu lho… iya kamu :D

Pas di tengah tanjakan gue ditarik lagi sama adek gue. Dan disitu gue lagi lagi ngerasa, aduuh… udah cukup deh, sampai sini aja. Daaannn… adek gue lagi – lagi bilang, mbaa ayo mbaa… naik bisa kok mba, ayooo. 



Sampai atas Tanjakan Cinta, gue ambruk. Hiuuuhhhh… lelah meen.
Perjalanan ini adalah perjalanan ke camp Kalimati. Camp terakhir sebelum akhirnya kita akan summit ke mahameru. Oke malam ini kita harus tidur cepat. Karena malam ini kita akan nanjak ke atap Jawa. Kita start tidur jam 20. 00 WIB
 

The Journey of Heart : #kepingketiga



Perjalanan pertama : Uji Fisik

Kami tiba di Resort Ranupani. Kami bersih – bersih, packing ulang lagi, mengurus simaksi, mengisi air minum, shalat dzuhur dan ashar dan makan =D. 
Siang itu kami akan memulai perjalanan menuju pemberhentian pertama dan tempat ngecamp untuk malam ini, Ranu Kumbolo. Perjalanan ini adalah perjalanan yang menguji fisik kami. Delapan belas jam di perjalanan Jakarta – Malang, dan istirahat sekena nya saja, harus kami lanjutkan dengan perjalanan langsung ke camp pertama, Ranu Kumbolo.

Gue yang belum pernah jalan jauh (lagi) akhirnya teruji fisiknya. Belum berjalan selama 1 km, kaki gue udah kram. Kaku. Aduh. Kenapa ini… kenapa sakitnya parah banget. Asumsi gue adalah, ritme jalan kami yang tiba – tiba langsung cepat dengan medan yang menanjak lah yang membuat kaki gue kaget. Maka ini adalah istirahat pertama kami. Sempat malu dan sedih juga sih, belum apa – apa udah kram kaki aja. Gimana nanti.

Oke, kami pun menurunkan ritme jalan kami. Santai tapi cepat.
Kami merencanakan, sebisa mungkin sebelum maghrib sudah sampai Ranu Kumbolo. Ada 4 pos yang harus kami lewati sebelum akhirnya sampai ke Rakum. Pos yang akan kami lewati selama perjalanan beda – beda tracknya. Ada yang nanjak ga ada bonus datarnya. Ada yang lumayan ada yang, masya Allah… nanjak meeen. Gue sempat ditarik adek gue sekali pas dari pos 3 mau keempat. Sempat kepikir, gue bisa ga yaa, minimal sampai Rakum. Dan sempat kepikiran, kalau tracknya begini, maka cukup sampai Rakum. 












18. 30 WIB

Sampai di Ranu Kumbolo. Kami mulai membuka tenda untuk team. 1 tenda besar untuk yang cowok, satu tenda ukuran 2/3 untuk yang cewek. Malam itu gue merasakan dinginnya Ranu Kumbolo, yang selama ini cuma gue dengar dari adek dan adek ideologis gue. Serius lah, sebenarnya gue mulai kedinginan pas di pos 3. Tangan udah ga bisa gerak, makanya gue minta langsung jalan.

Malam itu kami tidur sekitar pukul 21. Setelah makan malam dan angin malam mulai berhembus dari atas bukit.

Malam ini, untuk pertama kalinya gue tidur dengan alam (lagi)