Minggu, 22 Juli 2012

Kisah kasih putih abu – abu


Haha… kalau liat judulnya pasti dianggap  bahwa ini akan berkisah tentang kisah cinta anak SMA yang lagi lucu – lucunya :D
Yup, mungkin benar ini adalah kisah cinta anak SMA yang akhirnya jatuh cinta dengan jalanNya.

*** 
Baik, perjalananku dimulai ketika aku berada masuk ke salah satu SMA favorit di selatan Jakarta. Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan berada di kondisi dan situasi serta lingkungan yang seperti itu. Berasal dari sebuah SMP yang sama sekali ga terkenal dan termasuk bukan SMP favorit, sempat membuatku agak sedikit minder dengan lingkungan sekolahku yang sekarang. gedungnya 3 lantai, lapangannya luas ada tamannya dan masjidnya itu lhoooo... adem beuut :D
Berbeda dengan SMPku, gedungnya standar masjidnya juga standar.. ya intinya mah standar.
Tapi aku sedikit bahagia, karena tidak ada yang mengenaliku, sehingga aku bisa berbuat sedikit bebas :P

***
Tiga bulan pertama aku sekolah aku rajin nangis. Cengeng. Nangis karena aku ga punya teman. Hampir selama 3bulan awal masuk SMA aku agak down. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Kecintaanku terhadap organisasi ketika SMP dapat tersalurkan disini. Sempat ditawari untuk aktif di organisasi keagamaan, tetapi aku menolak. Dengan alasan, banyaknya hari besar agama islam tentu akan membuat kita semakin sering berorganisasi dan ga belajar. Sehingga aku memutuskan untuk mengikuti organisasi MPK
Tau kah kau, salah satu alasan aku ikut MPK adalah karena posisi MPK yang berada di atas OSIS. Seriuslah... ini prestis abiis, masih kelas X tapi udah menyekolah (kan ada mendunia dan menasional, ini masih tahap menyekolah) :D

Namun, perjalananku untuk ikut MPK tidak semulus yang kubayangkan. Aku harus mengikuti diksar selama 1bulan, tiap pekan selama 2 pekan. Dengan banyak tugas , banyak unag yang dikeluarkan dan deadline tugas dari senior. Namun, aku menikmatinya sebagai suatu proses perjalanan yang luar biasa. Karena itu semua terbayar. Tiap diksar aku mendapatkan ilmu baru dan pengalaman – pengalaman luar biasa.

***
Selama aku mengikuti proses menjadi anggota MPK, aku diwajibkan untuk mengikuti mentoring. Apaan tuh ?

Dulu sih, mentoring itu singkatan dari mental kotor disaring. Kegiatannya mirip – mirip ngaji gitu deh. tapi skup anggotanya sedikit. Paling banyak 15 orang.
Kelompok pengajianku yang pertama ini terdiri dari 9 orang. Yang semuanya anak MPK. Kakak mentornya juga anak MPK. Jadii,, sambil mentoring sambil curhat urusan organisasi.

Kelompok mentoringku ini berjalan hampir satu tahun. Sampai akhirnya mentorku ganti. Aku sempat sedih ketika itu. Tapi, karena aku egois mau tetap mentoring maka konsekuensi logisnya aku harus menerima siapapun pengganti mentorku. Aku dipindahkan dengan kakak mentor yang lain dan sempat berjalan selama 6 bulan dan akhirnya vakum, karena tinggal aku sendiri yang masih mau mentoring. Aku menemui penanggung jawab dari urusan mentoring di SMA ku... anak ROHIS. Mereka harus bertanggung jawab atas ketidakmentoringannya aku. Akhirnya aku berada di dua pilihan mentor, dan aku mengambil salah satu diantara keduanya.

Sejak mentoring, aku mulai mendaftarkan diri sebagai anggota ROHIS divisi event. Kalau nama kerennya Syi’ar dah :D
Dari situ aku mulai mencintai islam. Mulai mengikuti Islam dan mulai berubah jadi lebih baik, berjilbab dan segala macamnya

Latar belakangku yang anak MPK dan PASKIBRA (sangat nasionalis) dicampur dengan mentoring dan keterlibatanku dalam dunia Islam, mampu memanfaatkan potensi yang kumiliki menjadi sesuatu yang berbeda. Mentoring tidak mengubahku, tapi ia memanfaatkan apa yang kumiliki untuk Islam :)

Polemik Undang – Undang Zakat dan “Turunan”

 
Perkembangan penghimpunan dana zakat akhir – akhir ini, ternyata disikapi oleh pemerintah denganagak sedikit ”ketakutan”. Munculnya UU Zakat No 23 Tahun 2011 menunjukkan kesan bahwa pemerintah hendak membatasi gerak pengelolaan dana zakat yang akhir – akhir ini sedang naik daun, terutama pengelolaan dana zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat pihak swasta. Padahal sebenarnya munculnya UU Zakat ini diharapkan akan membawa angin segar untuk perkembangan zakat di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyak pihak yang menganggap dengan munculnya UU Zakat ini akan membuat peningkatan yang cukup baik terhadap pengumpulan, pengelolaan dan pendistribuasian dana zakat menjadi lebih efektif dan efisien.
Namun, setelah ditelisik lebih dalam, UU cenderung bersikap sangat arogan terhadap lembaga zakat milik pemerintah, dalam hal ini BAZNAS. Hal ini disebabkan beberapa pasal dalam UU ini mengisyaratkan perlakuan anak tiri tehadap Lembaga Amil Zakat milik swasta dan membuat adanya kastanisasi dan hierarki terhadap lembaga zakat, terutama milik swasta.

KASTANISASI DALAM KEBAIKAN

Dalam UU tersebut seperti disebutkan dalam pasal 5 ayat 1,
”Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS”. Dalam ayat ini seakan peran Lembaga Amil Swasta di Indonesia diingkari. Dan terkesan bahwa pemerintah tidak menyetujui adanya LAZ yang berasal dari kalangan sipil. Hal ini tentu mempersulit pendirian lembaga zakat secara independen dan tradisional (lembaga zakat yang ada, saat Ramadhan). Padahal di desa – desa yang jauh dari perkotaan masih banyak LAZ yang bersifat tradisional. Dan peran mereka dirasa cukup signifikan untuk menyalurkan dana zakat.

Dalam pasal 5 ayat 3 dan di pasal 6, BAZNAS dirasa akan memiliki dwifungsi peran. Selain sebagai regulator BAZNAS juga akan menjadi operator dalam pengelolaan zakat. Hal ini tentu akan membingungkan para pengelola zakat. Karena dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan zakat, mereka harus meminta izin kepada BAZNAS dan harus melaporkan setiap laporan keuangan kepada BAZNAS. Hal ini juga seakan – akan menunjukan bahwa LAZ yang ada di Indonesia merupakan anak buah dari BAZNAS dan merupakan bentukan BAZNAS dengan fasilitas dari BAZNAS dan pemerintah.

ANCAMAN KKN DALAM KEBAIKAN

Dalam perekrutan pegawai BAZNAS juga dilakukan oleh presiden dan anggota DPR. Hal ini tentu akan membuat terjadinya suatu kemungkinan yang tidak diinginkan. Apalagi sudah memasuki ranah anggota DPR. Hal ini tentu terkesan bahwa perekrutan anggota BAZNAS sangat politis dan akan membuat kesan bahwa untuk perekrutan anggota BAZNAS bisa terjadi –siapa yang dekat dengan kekuasaan, maka ia dapat menjadi anggota BAZNAS.

Pada pasal 30 ayat 1, dikatakan bahwa pembiayaan BAZNAS dilakukan dengan menggunakan dana APBN dan hak amil. Hal ini tentu akan membuka peluang terjadinya kebocoran –lagi- dalam APBN. Satu sisi LAZ dihadapkan kepada disiplin pasar yang tinggi karena kelangsungan operasional-nya sepenuhnya bergantung pada zakat yang dihimpun, BAZNAS mendapat pembiayaan dari APBN dan APBD dan tetap berhak menggunakan zakat untuk operasional- nya, yaitu hak amil (Yusuf Wibisono & Fitra Arsil, 2012)

KEBAIKAN YANG “DIBAYAR” DENGAN SANKSI PIDANA

Munculnya LAZ di Indonesia tidak langsung muncul tiba – tiba begitu saja. Peran masyarakat yang sering mengumpulkan zakat fithrah ketika Ramadhan, di masjid atau mushala lingkungan rumah tentu menjadi inspirasi tersendiri akan munculnya lembaga zakat profesional. Peran – peran masyarakat seperti ini perlu diapresiasi. Bukan malah terancam pidana. Dalam UU ZAKAT ini, dikatakan bahwa segala pengumpulan zakat hanya boleh dilakukan oleh BAZNAS ataupun BAZDA. Lalu bagaimana dengan pengumpulan zakat yang dilakukan di kampung – kampung, yang jauh dari kota dan langsung mendistribusikan kepada tetangganya yang memang membutuhkan ?
Disini amil tersebut akan mendapatkan sanksi pidana ataupun denda. Hal ini sungguh tidak tepat. Kalau dipikir mah... mau berbuat baik, tapi kok malah didenda dan dipidana.


***
Pengelolaan zakat yang terhimpun dalam satu titik (sentralisasi) tidak menjamin peningkatan akan pengumpulan dana zakat yang terjadi di Indonesia. Terlebih jika memang persyaratan akan tata kelola (SDM, Administrasi dsb) tidak memenuhi standar keprofesionalitasan. Selain itu, pengumpulan dana zakat yang terjadi di Indonesia ini banyak yang berasal dari peran – peran masyarakat luas, yang sering mengumpulkan dana zakat di masjid atau mushala dan langsung disalurkan kepada orang – orang yang membutuhkan akan teringkari. Yang harusnya dilakukan oleh pemerintah adalah peningkatan kredibilitas dan kinerja dari BAZ dan LAZ yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan agar penyaluran dana zakat jau lebih baik dan tepat sasaran. Terutama untuk program dana zakat yang bersifat jangka panjang. Tidak hanya untuk konsumsi tapi juga untuk bertahan di tengah himpitan ekonomi.

Senin, 02 Juli 2012

PAKTA INTEGRITAS CAGUB - CAWAGUB DKI JAKARTA




KAMI CAGUB DAN CAWAGUB DKI JAKARTA 2012 – 2017, BERKOMITMEN :

  1. Menjdikan masa kampanye PEMILUKADA DKI Jakarta sebgai proses pendidikan politik warga Jakarta
  2. Menjunjung tinggi kejujuran, tidak akan melakukan segala kecurangan dan black campaign selama masa kampanye
  3. Tidak akan memanfaatkan fasilitas dan aparatur negara untuk kepentingn pribadi dan kampanye
  4. Menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan Jakarta selama PEMILUKADA berlangsung
  5. Memberikan contoh berpolitik yang santun, bersih dan bermoral kepada warga Jakarta
  6. Siap menang dan siap kalah ketika hasil telah diumumkan oleh KPUD
  7. Siap berkontribusi untuk Jakarta, baik menang ataupun kalah dalam PEMILUKADA

     Jika dalam pelaksanaannya kami melanggar poin – poin di atas maka kami siap atas segala konsekuensinya













 ALIANSI BEM JAKARTA RAYA

BEM UNJ - BEM PNJ - BEM STEI SEBI - BEM STT PLN - BEM BSI - BEM STIAMI - BEM APP - BEM UBL - BEM STEI Rawamangun

Realese Konferensi Pers BEM JAKARTA RAYA, Senin 02072012


POTRET BURAM KETIDAKKOOPERATIFAN CAGUB DAN CAWAGUB DKI JAKARTA 
 

         PEMILUKDA DKI Jakarta yang merupakan hajatan terbesar rakyat Jakarta tahun ini tengah memasuki tahap kritisnya. Sejak beberapa bulan belakangan gaungnya menjadi hiasan buah bibir warga Jakarta, karena mereka menaruh harapan cukp besar pada proses pergantian Gubernur ini. Mereka juga enaruh harapan besar agar proses PEMILUKADA dapat melahirkan pemimpin yang benar – benar mampu dan sangup bekerja nyata demi perubahan dan perbaikan kota Jakarta.

            Proses PEMILUKADA DKI Jakarta menjadi fokus utama kami dalam eberapa bulan belakangan ii. Berbagai usaha pengawalan terhadap proses ini telah kami lakukan semata – mata demi terwujudnya PEMILUKDA yang ideal bagi seluruh warga Jakarta. Beberapa minggu yang lalu (21/6) kami BEM Jakarta Raya, mengadakan debat cagub dan cawagub DKI Jakarta yang bertempat di Universitas Negeri Jakarta. Namun, kekecewaan yang kami dapatkan, tidak satu pun cagub atau cawagub yang hadir pada agenda tersebut.

            Sikap tidak kooperatif tersebut bisa jadi merupkan bentuk nyata dari hasil suvey yang kami lakukan terhadap 100 mahasiswa yang ada di DKI Jakarta. Dalam survey tersebut ditunjukkan bahwa 68,71 % ari 100 mahasiswa tidak percaya pada keenam pasangan calon pemimpin Jakarta yang ada.

            Minggu (24/6) di Gedung DPRD DKI Jakarta, kami melanjutkan ikhtiar kami tehadap proses PEMILUKADA ini. Kami membawa Pakta Integritas yang berisi kontrak sosial yang kami tujukan pada keenam pasangan calon pemimpin DKI Jakarta ini. Namun, sayangnya hanya tiga pasang yang berani menandatangani Pakta Integritas tersebut, yaitu pasangan Hndardji – A. Riza ; Hidayat – Didik ; Faishal – Biem. Ketiga pasanga lainnya tidak berani menandatangai tanpa ada alasan yang jelas. Berbagai rangakain usaha kami lakukan agar terwujudnya keinginan warga Jakarta agar pesta demokrasi ini berjlan dengan baik dan melahirkan sosok pemimpin yang baik pula, sekaligus sarana pencerdasan politik untuk warga Jakarta.